Senin, 19 Desember 2011

TONSILITIS AKUT (TONSILEKTOMI)


TONSILITIS AKUT
(TONSILEKTOMI)

A.  Pengertian
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil dengan pengumpulan lekosit, el-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta (Adam Boeis, 1994: 330).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan invasif yang dilakukan untuk mengambil tonsil dengan atau tanpa adenoid (Adam Boeis, 1994: 337).

B.  Etiologi
1.    Streptokokus hemolitikus grup A.
2.    Pneumokokus.
3.    Stafilokokus.
4.    Haemofilus influezae.

C.  Pathofisiologi
1.    Terjadinya peradangan pada daerah tonsila akibat virus.
2.    Mengakibatkan terjadinya pembentukan eksudat.
3.    Terjadi selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.
4.    Pembentukan abses peritonsilar.
5.    Nekrosis jaringan.

D.  Gejala-gejala
1.    Sakit tenggorokan dan disfagia.
2.    Penderita tidak mau makan atau minum.
3.    Malaise.
4.    Demam.
5.    Nafas bau.
6.    Otitis media merupakan salah satu faktor pencetusnya.
E.   Penatalaksanaan
1.    Tirah baring.
2.    Pemberian cairan adekuat dan diet ringan.
3.    Pemberian obat-obat (analgesik dan antibiotik).
4.    Apabila tidak ada kemajuan maka alternatif tindakan yang dapat di lakukan adalah pembedahan.
F.   Indikasi tindakan pembedahan
1.    Indikasi absolut
a.    Timbulnya kor pulmonale akibat adanya obstruksi jalan nafas yang kronis.
b.    Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea pada waktu tidur.
c.    Hipertrofi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat badan sebagai penyertanya.
d.   Biopsi eksisi yang di curigai sebagai keganasan (limfoma).
e.    Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya.
2.    Indikasi relatif
Seluruh indikasi lain untuk tindakan tonsilektomi di anggap sebagai indikasi relatif.
3.    Indikasi lain yang paling dapat di terima adalah
a.    Serangan tonsilitis yang berulang.
b.    Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional (disfagia).
c.    Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan.
d.   Tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan dan terapi.

G.  Kontraindikasi
1.    Demam yang tidak di ketahui penyebabnya.
2.    Asma.
3.    Infeksi sistemik atau kronis.
4.    Sinusitis.

H.  Persiapan operasi yang mungkin di lakukan
1.    Pemeriksaan laboratorium (Hb, leko, waktu perdarahan).
2.    Berikan penjelasan kepada klien tindakan dan perawatan setelah operasi.
3.    Puasa 6-8 jam sebelum operasi.
4.    Berikan antibiotik sebagai propilaksis.
5.    Berikan premedikasi ½ jam sebelum operasi.


I.     Pengkajian
1.    Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya tonsilitis serta bio- psiko- sosio- spiritual.
2.    Peredaradan darah
Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas tampak pucat.
3.    Eliminasi
Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/ alvi), distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
4.    Aktivitas/ istirahat
Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/ plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.
5.    Nutrisi dan cairan
Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
6.    Persarafan
Pusing/ syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang pandang/ pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran. 
7.    Kenyamanan
Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.
8.    Pernafasan
Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas.
9.    Keamanan
Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.
10.    Psikolgis
Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.

J.     Masalah  dan rencana tindakan keperawatan
1.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda distress pernafasan.
Rencana tindakan:
a.    Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/ sesuai indikasi).
b.    Lakukan suction jika di perlukan.
c.    Kaji fungsi sistem pernafasan.
d.   Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/ usaha mengeluarkan sekret.
e.    Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
f.     Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi pucat/ cyanosis).
g.    Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.

2.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
Rencana tindakan:
a.    Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b.    Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.
c.    Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
d.   Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
e.    Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.
f.     Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.
g.    Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas 

3.    Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.
Rencana tindakan:
a.    Kaji status  neurologis dan catat perubahannya.
b.    Berikan pasien posisi terlentang.
c.    Kolaborasi dalam pemberian O2.
d.   Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.

4.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik
Tujuan: Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks dan tenang.
Rencana tindakan:
a.    Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan menggunakan skala.
b.    Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan.
c.    Ciptakan lingkungan yang tenang.
d.   Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam melakukan tehnik relaksasi.
e.    Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.

5.    Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.
Rencana tindakan:
a.    Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta  mudah di pahami).
b.    Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.
c.    Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki  tehnik berkomunikasi.
d.   Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
e.    Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.
f.     Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal.

6.    Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.
Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.
Rencana tindakan:
a.    Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
b.    Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
c.    Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
d.   Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
e.    Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
7.    Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada bladder dan rectum.
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/ uri) secara normal sesuai dengan kebiasaan pasien.
Rencana tindakan:
a.    Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian.
b.    Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.
c.    Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi).
d.   Kaji/ palpasi distensi dari bladder.
e.    Lakukan bladder training sesuai indikasi.
f.     Bantu/ lakukan pengeluaran feces secara manual.
g.    Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan  pemberian obat sesuai indikasi).

8.    Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus).
Rencana tindakan:
a.    Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.
b.    Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih.
c.    Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
d.   Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.

9.    Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalak- sanaan.
a.    Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
b.    Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut.
c.    Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
d.   Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
e.    Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.


DAFTAR PUSTAKA

Boeis,Adam, 1994, Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC.

Junadi, Purnawan,  1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.

Senin, 05 Desember 2011

Penyakit Gagal Jantung



Penyakit Gagal Jantung
Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan "Heart Failure atau Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya {curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi kebutuhan normal metabolisme tubuh.

Dampak dari gagal jantung secara cepat berpengaruh terhadap kekurangan penyediaan darah, sehingga menyebabkan kematian sel akibat kekurangan oksigen yand dibawa dalam darah itu sendiri. Kurangnya suplay oksigen ke otak (Cerebral Hypoxia), menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba yang berujung pada kematian.

Gagal jantung kongestif pada bayi dan anak merupakan kegawatdaruratan yang sangat sering dijumpai oleh petugas kesehatan dimanapun berada. Keluhan dan gejala sangat bervariasi sehingga sering sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain di luar jantung.

Kondisi pada penyakit gagal jantung bukanlah berarti bahwa jantung stop bekerja (cardiac arrest), melainkan jantung tidak lagi mampu memompakan darah sebagaimana tugasnya sehari-hari bagi tubuh seseorang.

·  Klasifikasi Penyakit Gagal Jantung
Ruang Jantung terbagi atas empat ruang yaitu Serambi kanan dan serambi kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial, kemudian Bilik kanan dan bilik kiri yang dipisahkan oleh septum interventrikular.

Gagal jantung dapat terjadi pada salah satu sisi bagian jantung, misalnya gagal jantung bagian sisi kiri atau gagal jantung bagian sisi kanan saja.
·  Penyebab Penyakit Gagal Jantung
Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan primer otot jantung itu sendiri atau beban jantung yang berlebihan ataupun kombinasi keduanya. Secara garis besar, faktor kemungkinan yang menyebabkan penyakit gagal jantung adalah orang-orang yang memiliki penyakit hipertenisi, hiperkolesterolemia (kolesterol tinggi), perokok, diabetes (kencing manis), obesitas (kegemukan) dan seseorang yang memiliki riwayat keluarga penyakit jantung serta tentunya pola hidup yang tidak teratur dan kurang ber-olah raga.

·  Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Jantung
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai berikut :
  1. Gagal jantung sebelah kiri ; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxity), detak jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk serta irama degub jantung tidak teratur (Arrhythmia).

  1. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan ; cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam hari (Nocturia).

·  Diagnosa Penyakit Gagal Jantung
Biasanya, diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang dikeluhkan ataupun yang terlihat langsung saat dilakukan pemeriksaan. Untuk memperkuat diagnosa, dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan, misalnya ;
  1. Pemeriksaan fisik, adanya denyut nadi yang lemah dan cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung abnormal, pembesaran jantung, pembengkakan vena leher, cairan di dalam paru-paru, pembesaran hati, penambahan berat badan yang cepat, pembengkakan perut atau tungkai.
  2. Pemeriksaan Rontgen atau X-ray (ronsen), pada bagian dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung dan pengumpulan cairan di dalam paru-paru.
  3. Pemeriksaan ekokardiografi (menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan jantung) dan elektrokardiografi (menilai aktivitas listrik dari jantung).

·  Pengobatan Penyakit Gagal Jantung
Dalam penatalaksanaan atau perawatan pasien dengan kasus penyakit gagal jantung, ada tiga hal mendasar yang menjadi acuan, diantaranya ; Pengobatan terhadap Gagal jantung sendiri, Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan Pengobatan terhadap faktor pencetus.
Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung. Sedangkan penanganan secara umum meliputi istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen, pemberian cairan dan diet.

Pemberian obat-obatan, seperti obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena), obat vasodilator (arteriolar dilator : hidralazin), venodilator (nitrat, nitrogliserin), mixed dilator (prazosin, kaptopril, nitroprusid), diuretik serta obat-obatan disritmia.

Tindakan pembedahan, hal ini biasanya dilakukan untuk mengatasi penyakit jantung bawaan (paliatif, korektif) dan penyakit jantung didapat (valvuloplasti, penggantian katup).
·  Pencegahan Penyakit Gagal jantung
Bagi Anda yang merasakan adanya tanda dan gejala seperti yang disebutkan diatas, sebaiknya segera memeriksaakan diri ke dokter. Mengurangi faktor yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung, berhenti merokok, kurangi konsumsi makanan berlemak, upayakan melakukan olah raga, pola atau haya hidup yang teratur.

Tentunya bagi mereka yang mengalami atau menderita penyakit yang dapat berakibat menimbulkan serangan gagal jantung sebaiknya rutin meng-kontrolkan diri ke dokter, misalnya penderita darah tinggi (Hypertension), kencing manis (Diabetes), penumpukan plak (kolesterol atau lainnya) pada pembuluh darah jantung (Coronary Artery Disease).

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ANAK




BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Apakah diare itu?
Diare oleh sebagian masyarakat disebut munber(muntah berak) yaitu buang air besar lebih sering dari biasanya atau lebih dari 3 kali sehari dan bentuknya encer,bahkan dapat berupa air saja.kadang-kadang disertai dengan muntah.
Penyebab diare
Penyebab diare yang terpenting adalah:
·         Karena peradangan usus,seperti kohlera,disentri,bakteri lain virus dan sebagainya.
·         Karena kekurangan gizi seperti kemungkinan kurang makan atau kemungkinan kurang protein.
·         Karena keracunan makanan atau minuman
·         Karena tidak tahan terhadap makanan tertentu,misalnya: anak tidak tahan meminum susu yang mengandung lemak/laktosa
Proses penularan diare
·         Penderita diare dapat mengeluarkan kotoran (tinja dan muntah) yang mengandung kuman penyebab
·         Kuman ini dapat langsung ditularkan pada orang lain atau dapat mencemari air makanan dan minuman,atau lingkungan lainnya
·         Kalau air yang tercemar tersebut dipergunakan orang lain untuk keperluan sehari hari tanpa direbus atau dimasak , maka orang tersebut atau tertular.
·         Penderita yang baru ini dengan cara yang sama dapat menularkan lagi pada orang lain dan lingkungan sekitarnya merupakan lingkaran yangtidak ada putusnya.


Akibat dari diare
Akibatnya adalah kekurangan cairan tubuh dan garam-garam yang sngat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Makin lama seseorang terkena penyakit diare,semakin banyak pula tubuhnya kehilangan cairan.
Akibatnya kekurangan cairan ini, kemungkinan besar akan menimbulkan kematian.
Didalam istilah kedokteran kekurangan cairan ini disebut DEHIDRASI

Tanda tanda degidrasi
Secara umum tanda dehidrasi dapat dilihat dari gejala umum seperti : rasa haus,tingkat kesadaran,kecepatan nadi,pernafasan,kecekungan ubun-ubun,kecekungan mata, kekenyalan kulit,kebiasaan kencing
Terdapat tiga tingkatan dehidrasi,dimana setiap tingkatan tergantung dari banyaknya dan lamanya orang itu diare atau mencret.
Tingkatan dehidrasi adalah :
·         Dehidrasi ringan
·         Dehidrasi sedang
·         Dehidrasi berat
Dari masing - masing tingkatan mempunyai tanda tanda yang berlainan.













ASUHAN KEPERAWATAN  KLIEN  DENGAN DIARE CAIR AKUT

A.   Pengertian
Diare  adalah  kondisi  dimana  terjadi  frekuensi  defekasi  yang  abnormal > 3 kali / hari, serta perubahan isi / volume (>200 gr/hari) dan konsistensi feses cair. (Brunner dan Suddarth, 2002)
 Diare adalah defekasi encer > 3 kali / hari dengan / tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. (Kapita Selekta   Kedokteran, 2000)
Diare  adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. (Suriadi, 2001)
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung < 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
Diare melanjut / berkepanjangan adalah episode diare akut yang melanjut hingga berlangsung selama 7-14 hari. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
Diare persisten / kronik adalah episode diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung selama 14 hari atau lebih. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Ada dua kategori diare kronik. Diare yang berhenti jika pemberian makanan atau obat-obatan dihentikan disebut diare osmotik. Sedangkan diare yang menetap walaupun penderita dipuasakan disebut diare sekretorik (Samih Wahab, 2000)
Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).

B.   Etiologi
1.    Infeksi virus (Rotavirus, Adenovirus), bakteri (E. Colli, Salmonella, Shigella, Vibrio dll), parasit (protozoa : E. hystolitica, G. lamblia; cacing : Askaris, Trikurus; Jamur : Kandida) melalui fecal oral : makanan, minuman,yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita.
2.    Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3.    Makanan : alergi makanan, basi atau keracunan makanan
4.    Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
5.    Faktor lingkungan dan perilaku
6.    Psikologi : rasa takut dan cemas
     (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)

C. Patofisiologi
   Spesies bakteri tertentu menghasilkan eksotoksin yang mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan sekresi berlebihan dari air dan elektrolit. Ini termasuk baik enterotoksin kolera dan E. Coli. Spesies E. Coli lain, beberapa Shigella dan salmonella melakukan penetrasi mukosa usus kecil atau kolon dan menimbulkan ulserasi mikroskopis. Muntah dan diare dapat menyusul keracunan makanan non bakteri. Diare dan muntah merupakan gambaran penting yang mengarah pada dehidrasi, akibat kehilangan cairan ekstrvaskuler dan ketidakseimbangan elektrolit. Keseimbangan asam basa terpengaruh mengarah pada asidosis akibat kehilangan natrium dan kalium dan ini tercermin dengan pernafasan yang cepat. ( Sacharin, R.M, 1996)
                        Patogen usus menyebabkan sakit dengan menginvasi mukosa usus, memproduksi enterotoksin, memproduksi sitotoksin dan menyebabkan perlengketan mukosa yang disertai dengan kerusakan di menbran mikrovili. Organisme yang menginvasi sel epitel dan lamina propria menimbulkan suatu reaksi radang local yang hebat. Enterotoksin menyebabkan sekresi elektrolit dan air dengan merangsang adenosine monofosfat siklik di sel mukosa usus halus. Sitotoksin memicu peradangan dari sel yang cedera serta meluaskan zat mediator radang. Perlengketan mukosa menyebabkan cedera mikrivili dan peradangan sel bulat di lamina propria.  Bakteri yang tumbuh berlebihan di usus halus juga mengganggu mukosa usus. Bakteri menghasilkan enzim dan hasil metabolisme untuk menghancurkan enzim glikoprotein pada tepi bersilia dan menggangggu pengangkutan monosakarida dan elektrolit. Cedera vili menyebabkan lesi mukosa di sana sini yang disertai dengan segmen atrofi vili subtotal dan respon radang subepitel yang mencolok. (Wahab, A Samih, 2000)


Pathway
Mikro Organisme


 


 

                                                                                   Membentuk toksin                                                                    Radang usus








 


Mengganggu absorbsi usus
Menimbulkan sekresi berlebihan dari air dan elektrolit






Jumlah
 berlebihan
 


 

          Kurang pengetahuan                                         













 

M
A
K
A
N
A
N
 
                                                
Sanitasi
kurang
 
                                                                                                                                               
Keracunan
 
                                                                                                                                            
 
Basi
 
                                                                                              DIARE
Perilaku tak higienis
 
                                                                                              Muntah    








 



 Defisit volume cairan        
Text Box: Intoleransi :
laktosa,pro-tein, lemak)
Psikis
 
                                                                 
                         
    
    
     Cemas orang tua                      Hospitalisasi               PK :  Syok      Syok                                       
                                                                                                                                                            Hipertermi                  
                                                                                                                                                               
                                        Takut                       Suplai cairan / darah (O2) kurang     Resusitasi cairan
                                                                                                                                                                     

                                                                                                                                           Resiko kelebihan volume cairan
   
                                    Paru                              Jantung              Ginjal        Otak         Jaringan     
                                                               
                                                                         
       Hiperventilasi                 Penurunan Cardiac Output       ARF          Hipoksia       Gg perfusi jaringan












 



 Pola nafas tidak efektif                    Gagal jantung            Gagal ginjal   Kesadaran      Brain death
           
 

 Gagal nafas         Intoleransi aktivitas                                                                                         Brain death



D.   Manifestasi klinik
1      Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2      Kram perut
3      Demam
4      Mual
5      Muntah
6      Kembung
7      Anoreksia
8      Lemah
9      Pucat
10   Urin output menurun (oliguria, anuria)
11   Turgor kulit menurun sampai jelek
12   Ubun-ubun / fontanela cekung
13   Kelopak mata cekung
14   Membran mukosa kering
      (Suriadi, 2001)


Cara Menentukan Derajat Dehidrasi

Yang dinilai
A
(Tanpa dehidrasi)
B
(Dehidrasi Tak Berat)
C
(Dehidrasi Berat)
    I. Riwayat
       ☼ Diare
       ☼ Muntah
       ☼ Rasa haus
  
 
     
       ☼ Air kemih

< 4 x/hari cair
sedikit / tidak
minum biasa tidak haus


normal

4-10 x/hari cair
beberapa kali
haus sekali, rakus ingin minum banyak


sedikit gelap

> 10 x/hari cair
sangat sering
tidak dapat minum



tidak ada dalam 6 jam
  II. Periksa
      ☼ Keadaan 
            umum
  
      ☼ Air mata
      ☼ Mata
      ☼ Mulut/lidah
      ☼ Nafas

sehat, aktif


ada
normal
basah
normal

tampak sakit, mengan-tuk,lesu, rewel, gelisah

tidak ada
cekung *
kering **
agak cepat

sangat mengantuk, le-mah, letargi, tidak sa-dar / koma
tidak ada
kering, sangat cekung
sangat kering
cepat dan dalam
III. Raba
      ☼ Kulit (dicubit)
      ☼ Denyut nadi
    
      ☼ Ubun-ubun

kembali cepat
normal

normal

kembali lambat***
agak cepat

cekung

kembali sangat lambat
sangat cepat, lemah ti-dak teraba
sangat cekung
IV Kehilangan
      ☼ Berat Badan
      ☼ Cairan

< 40 g/KgBB
< 5% BB

40-100g/KgBB
5-10 % BB

>100 g/KgBB
> 10 % BB




Keterangan :
*     Pada beberapa anak mata normalnya agak cekung : perlu dikonfirmasikan dengan orang tua
**   Kekeringan mulut dan lidah dapat diraba dengan jari bersih dan kering, mulut selalu ke-ring pada anak yang biasa bernafas dengan mulut, mulut anak dehidrasi dapat basah karena habis minum
*** Cubitan kulit kurang berguna pada anak dengan marasmus, kwashiorkor atau anak ge-muk. (sangat lambat jika kembali > 2 detik) 

   A = Tidak / tanpa dehidrasi
B = Dehidrasi tidak berat : 2 atau lebih tanda dimana salah satu tanda adalah *
C = Dehidrasi berat : 2 atau lebih tanda dimana salah satu tanda adalah *
(SPM Kesehatan Anak IDAI, 2004 dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates, 2001)    
                                                   
E.    Komplikasi
Ø  Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Ø  Syok
Ø  Kejang
Ø  Sepsis
Ø  Gagal Ginjal Akut
Ø  Ileus Paralitik
Ø  Malnutrisi
Ø  Gangguan tumbuh kembang
         (SPM Kesehatan Anak IDAI, 2004 dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates, 2001)

F.    Penatalaksanaan
1.     Keperawatan
Ø  Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang : mengelola plan A, B, C
Ø  Memonitor tanda dehidrasi, syok
Ø  Memenuhi kebutuhan nutrisi : anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 kali sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
Ø  Mengontrol dan mengatasi demam
Ø  Perawatan perineal  
Ø  Penyuluhan kesehatan :
-          Upayakan ASI tetap diberikan
-          Kebersihan perorangan : cuci tangan sebelum makan
-          Kebersihan lingkungan : buang air besar di jamban
-          Imunisasi campak
-          Memberikan  makanan penyapihan yang benar
-          Penyediaan air minum yang bersih
-          Selalu memasak makanan
-          Selalu merebus dot / botol susu sebelum digunakan
-          Tidak jajan di sembarang tempat
2.   Medis
a.    Resusitasi cairan dan elektrolit
1)     Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
·          Mengatasi diare tanpa dehidrasi
·         Meneruskan terapi diare di rumah
·         Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
                                       Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
·         Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus  diberikan hingga diare berhenti.

                                                Kebutuhan oralit per kelompok umur

Umur
 Ddiberikan setiap bab
 Yang disediakan
< 12 bulan
50-100 ml
400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun
100-200 ml
600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun
200-300 ml
800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa
300-400 ml
1.200-2.800 ml / hari

                                               Cara memberikan oralit :